HATI YANG GETAS
"perlahan. sentuhlah. tapi
perlahan saja..."
luka itu nganga,
berdarah-darah
"begitu getas!"
wajahnya adalah kota-kota yang gemuruh
tapi kesunyian menyelinap merajam
"mungkin cuma mimpi?"
ya, mungkin
ia ingin bangun
segera!
malang, 27 april 1999
MAHA RAHASIA
tiada! tiada! wajahmu sirna
kekasih, aku menyeru : mengapa kau tinggalkan aku?
apakah aku serupa ia
bermahkota duri di bukit golgota
apakah aku serupa ia
menatap tursina menyala
apakah aku serupa ia gemetar
di kesunyian hira
(manusia! debu!
apakah kau tak mengerti: AKU MAHA RAHASIA)
gusti
airmata bergelombang menyerumu kembali
malang, 27 april 1999
angka dua enam
pada angin dipungut waktu
dua puluh enam langkah menuju langit
mungkin senyummu
sayang di balik mega menyambut pagi
serupa matahari....
tapi ia tetap menyukai kesunyian?
menulis kupu-kupu atau bunga di helai udara
marilah, marilah....
kutunjuki sebuah alamat: waktu yang tlah lewat
lihat!
sedu sedan tertahan
malang, 8 juli 1999
EMPATHY
bahagialah, ada yang merindukanmu
pada waktu, tercatat nama terpahat wajah
bahagialah, ada yang mengenangmu
dalam bayang penuh sayang
bahagialah...
bahagialah...
hatimu, orang yang dirindu
NOKTAH MERAH MUDA
pada dering, suara siapa bergetar
catatan bergambar, kanak-kanak berlari
telanjang kaki,
pada bibir, apa yang terucap
doa atau keinginan menjadi
marilah, marilah
pahatkan dalam hatiku
biar berdarah
biar berdarah
.............
.............
puaskah?
malang, 12 juli 1999
CINTA YANG MERAHASIA
itulah, cinta begitu merahasia
tak dapat diterka,kemana menyuka
seperti kerling mata, atau senyum
terbuka
memberi berbagai tanda
tak ada pemastian
tak ada kepastian
karena manusia selalu bertanya
malang, 13 juli 1999
MENUJUMU
berapa lagi jeram harus diarungi,
berapa lagi gelombang harus dihadapi,
perahu kecil, di tengah badai
terombang ambing
jeram curam
gelombang bandang
wahai,
berapa lagi
akan sampai padamu
malang, 12 juli 1999
NOKTAH HITAM
cukupkan sampai di sini,
pesta kemenangan merayakan kekalahan diri sendiri
sudah habis waktu: hentikan!
helai demi helai terbuka, rahasia demi rahasia
pada regukan pertama:
api berkobar menjela-jela
malang, 12 juli 1999
DI TENGAH DANAU SELOREJO
betapa, pada keluasan ini, kecipak
air
remang cahaya, gerimis
kau menatapku?
ya, selalu
ada yang demikian merindukan,
kau pasti tahu siapa
angin menampar-nampar pipi,
kabut memutih, lukisan tentang engkau?
wajah yang menyelinap dari kekekalan
malang, 12 juli 1999
ADA YANG TERSAYAT BEGITU DALAM
ada yang tersayat begitu dalam,
oleh
mungkin bayonet atau parang, sebuah
"atau semacam silet atau sembilu?", katamu
mungkin...
tapi, ia kanak-kanak yang begitu
lucu dan lugu
mengibarkan bendera, di ujung gang di depan rumah kita
"mungkin sebentuk peluru atau tajam sangkur"
mungkin...
tapi ia, tak kutahu namanya,
mungkin besok ada di koran atau berita televisi sore nanti
(ada yang tersayat begitu dalam
hatiku! )
malang, mei 1999
KAMBING HITAM
noda yang dipercikkan pada baju-baju,
kini kami menuduhnya pada kau
sebagai penanggungjawab semua dosa
kekotoran ini, kerusuhan yang juga melumuri wajah kami
padahal dulu kami juga yang bikin
pesta
bersamamu, bikin tari-tarian, lagu-lagu
dan menyiramkan air comberan ke mana-mana
biar semua kau yang menanggungnya,
karena tangan kami terlalu suci
untuk menanggung dosa dari sebuah masa lalu
malang, 1998
SOLILOKUI
ada yang diseka dari sudut mata.
apa yang membuatmu sedih?
hidup memang begini adanya.
telah dijalani hari seperti dulu juga.
kita tertawa atau menangis tak tahu mengapa.
segala senda atau omong kosong.
mengisi kehampaan waktu demi waktu.
membunuh kebosanan.
penantian demi penantian .
penempuhan tak sampai-sampai.
kiranya, banyak yang sukar dimengerti.
mata terbuka tak kunjung membuat jelas nyata.
apa yang terjadi sesungguhnya?
meraba.
meraba.
senantiasa.
begitu samar.
begitu ragu.
siapa membunuh siapa.
siapa menyakiti siapa.
siapa berkehendak apa.
ada apa di balik ini semua.
segala samar.
topeng yang kau bakar ketika itu.
wajah menakutkan dari masa lalu.
walau tersenyum ia, selalu
dan wajahkukah yang ramah padamu.
tak simpan kebusukan di dalam rongga kepala.
seonggok masa lalu.
menguntit kita.
pada wajah marah.
tak tahu mengapa.
malang, 28 nopember 1998
PENEMBAK GELAP
"aku menembaknya, karena ini tugas..."
matanya menatap tapi hanya kekosongan yang kutangkap
"mereka adalah pengacau,
perusak tatanan,
tak mengerti aturan, dan yang jelas aku melakukannya
karena itu adalah sebuah perintah"
perintah! perintah!
kata-kata itu diucapkannya berulang-ulang
betapa berkuasa pemberi perintah,
sehingga tak kuasa dia menolak sebuah perintah: tembak!
"demi bangsa. demi negara. aku lakukan ini semua..."
amboi, betapa yakin ia.
betapa yakin demi bangsa dan negara
ia lakukan perbuatan itu semua.
"tiada sesal aku melakukannya..."
(dalam benak kepalaku bergalau tawa memekak, entah siapa)
malang, 29 nopember 1998
TERORIS
siapakah yang mengendap di balik
kegelapan,
sembunyikan tangan,
noda kekejian melumuri
siapakah yang menutupi wajahnya,
dengan senyum di muka umum
dan seringai serigala di balik tabir
siapakah engkau,
menghembuskan angin ketakutan,
racun memabukkan
siapakah engkau, wahai
manusia tak punya hati
malang, 24 Oktober 1998
IBU PERTIWI PUN MENANGIS
duka juga kiranya, yang diterbangkan
angin padaku, sebagai kabar
dari sebuah negeri terluka, kanak-kanak berhenti sekolah karena
perut tak bisa dibiarkan lapar,
"harga-harga semakin mahal saja," kata ibu sambil membagi tiwul ke piring kami
"mengapa petaka juga yang menimpa, rumah kami", kata ahong menyeka kedua matanya
siapa yang tak menangis, wanita
yang diperkosa di tengah huru-hara?
siapa yang tak berduka, kanak ditembak seenaknya saja?
kemarahan!
kemarahan!
ke mana kan dilampiaskan?
SAJAK PEREMPUAN
"ia telah menjadi penzinah. gundik intelektual"
lalu tangan siapa hendak
merajamnya di dekat pintu gerbang.
mungkin di balik tabir. di kedalaman
tubir.
rabu yang simpan kesah, atau rahasia
kata-kata.
"sesahlah. sesahlah!"
tangan siapa tak berdosa. lemparlah batu kepadanya!
malang, 20-3-1999
SAJAK IBU
"aku merindukanmu", malin
kundang menyeru.
kau tahu, kasihmu tak mungkin
menyulapku jadi batu.
"kanak, mana cintamu padaku?"
ibu menatap wajahku
mataku kuyu, menatap
ragu:"cinta?"
sangkuriang, sangkuriang ke mana
ibu?
malinkundang, malinkundang ke mana ibu?
aidipus, aidipus ke mana ibu?
mereka menyebutnya sebagai ibu,
telaga, tumpahan kesah kanak yang resah
malang, 20-3-1999
SEBUAH CATATAN PINGGIR
Dan kelepak pun terkulai
Memikul keraguan
Dengan desir
Angin tawarkan ingin
Pada batas penantian
Terangan juga
Masa lalu dan masa depan
Sebuah fatamorgana:
Kau tahu, ragu juga aku pada kata-kata
Apatah puisi, cerita sebagai dusta
Malang, 5 April 1998
JANGAN GOYANG KURSIKU
Jangan kau goyang kursiku,
nanti kakinya patah,
terjatuh aku
Jangan kau goyang kursiku,
nanti kupatahkan tangan dan kakimu
Jangan teriak-teriak di sini,
nanti kutampar kau hingga pekak telingamu
Betul, aku tak main-main
jika kau jera juga
setelah kusumpal mulutmu
Buktikan, bahwa aku pun akan tega
memenggal kepalamu!
Awas!
sekali lagi kukatakan:
Jangan kau goyang kursiku!
Malang, 15 April 1998
GERAK KURSOR ATAU
SESUATU YANG RAPUH
Kursor bergerak
Ketukan pada keyboard
Memetakan sepi
Dunia menggoda gelisahku
Sebuah ketidakmenentuan
Sikap membaja atau sesuatu yang rapuh
Menahan diri, dari segala yang kan jadi sesal
Cuma tatap, entah sedih atau marah
Mengarah ke lubuk hatiku
Menghunjam dalam
Menakik tajam
Aorta jantungku
Menderas darah
(mengapa tak airmata?)
Limbung aku
Jatuh
Betapa rapuh
Malang, 19 April 1998
SUARA YANG MEMANGGIL
Sebatang pohon yang tumbuh lurus ke langit
Daunnya tertiup angin
Mendesau-desau
Memanggil-manggil
"seperti suara maut" katamu
Bersama gigil yang membayang pada wajah
Suara itu, sepertinya akrab juga di telingaku
Malang, 19 April 1998
AIR MATA YANG DISEKA
mari kuseka airmatamu, sebagai butiran
hujan
bikin hatiku kuyup, atau kristal berpendaran tertimpa cahaya,
tapi
aduh menusuk
dadaku
ada yang diseka, mungkin bukan airmata,
tapi nama dari sebuah negeri bernama: kenangan
atau wajahmu?
deraian yang kudengar
dari balik masa lalu
ada yang kuseka, air mataku sendiri
rupanya...
malang, 27-maret-1999
BUAT ANGGI YANG MURAM
gundah juga yang membakar hati,
negerimu yang jauh,
tatapan kesedihan atau kemarahan
pada cuaca,
"ibu, ibu, aku rindu pelukmu"
cuma hampa! jawaban tak ada
yang ada hanya gebalau:
mungkin api, letusan, atau derap serdadu
"prahara! prahara! dusta aniaya!"
malang, 17 maret 1999
KAU SEBUT KERINDUAN ANGIN
kau menyebutnya sebagai kerinduan,
sedangkan ia adalah angin yang bertiup
ke sana ke mari. menjadi semilir atau badai. menidurkan atau menghempaskan.
kau sebut ia angin. adakah ia punya
kehendak sendiri. bertiup ke sana
kemari. membelai atau menghempaskan. adakah itu inginnya sendiri?
malang, 1996
CERITA SEPASANG MATA
kutenggelamkan dirimu dalam jiwaku
dari matamu kutangkap senja
dan layar-layar yang berkembang
dalam mimpimu
melajukan sebuah kehidupan
sebuah cerita
anak-anak yang menangis kebingungan
menatapi perubahan kau beri senyuman yang menjadi air menyirami
rambut
mereka yang terbakar
tak ada lagi yang perlu dikemukakan
selain cinta yang kau persembahkan dengan bersahaja tanpa meminta
apapun
tanpa meminta seorangpun untuk mengerti dirimu yang melintas cuaca
bergetar
penuh duka
punguti satu persatu luka itu
yang berserak di sepanjang jalan di puing-puing rumah terbakar
dan
anak-anak yang menangis darah serta gelombang udara yang
menghipnotis memasuki rumahmu dengan tusukan yang meruncing ke
dalam
dada-dada kosong. anak-anakmu
sesudah itu wangi mawar yang bertebaran
dari kedalaman bening matamu tawarkan sesuatu yang lain bukan
sekedar keluh
kesah dan teriakan sebuah keputusasan
malang, 1994
JERAT TATAPAN
kemudian pandangan tersamar memandang cuaca, hujan, dingin dan malam.
"engkaukah itu, lelaki yang selalu mencari..."
jejak semakin menjauh menuju angan.
menuju balik cakarawala. ada apa di
situ yang sembunyi. atau kegundahan yang terbakar angan sendiri.
ya, kita termangu di situ. saling
menjerat dengan tatapan bisu. memandang
cuaca dalam bola mata.
malang, 23 januari 1995
SESEORANG YANG MENATAP CAKRAWALA
impian ke berapa yang kububuhkan
ada hari. cakarawala diam kutatapi saja.
adakah jawaban segala rahasia tertera di sana. seperti juga cinta
dan
kerinduan yang malu-malu dibicarakan. tak kadang orang-orang melarikan
dirinya pada ketidakpastian.
dan aku: menatapi cakrawala sebagai
harapan. ke mana tatapan diarahkan.
mungkin, suatu ketika kau pun ingin menatap segaris pelangi, semburat
cahaya matahari, pada sebuah cakarawala yang sama.
kau lihatkah: senyumku tergambar
di situ. atau tangis yang ku simpan
diam-diam.
malang, 21 juni 1997
KUCIUM WANGI TANAH DALAM GERIMIS
air yang membasah tanah berdebu.
bikin kenangan menderu-deru. memasuki
ruang-ruang kepurbaan dalam dada. kucium aroma tanah kucium wangi
harum
kerinduan. kucium udara kucium kenangan.
aku menyukai aroma ini, entah mengapa
aku begitu menyukainya. mungkin
kuingat dirimu di situ. berbisik bersama desau angin. bersama
rintik-rintik
gerimis. ada wajahmu di situ. menjelma kenangan menari...
kucium wangi tanah dalam gerimis. menjelmalah puisi dalam dada.
malang, 1996
SENYUM RAHASIA
ada yang sembunyi dalam rahasia.
rasa itu menggeletar dalam dada.
membisikan tanya: siapa kau sesungguhnya. tersenyum dalam kegundahanku.
dalam kecemasan memandang cuaca.
senyum itu. menggoda diri untuk membaca. rahasia apa yang menjelma.
adakah nanang di situ. memahat hatimu
dengan airmata detik demi detik
meluruhkan debu. membelai rasa. menanam bunga-bunga.
lihat, seprtinya aku melihatnya.
dalam senyum itu. nanang menjelma.
menjenguk kenangan dalam senyum itu. menjenguk sesuatu yang terasa
akrab
dikenalnya. dari masa kanak yang begitu bening.
tersenyumlah lagi: kan dipungut cerita itu. menjadi puisi dalam hati.
malang, maret 1996
LAGU RINDU SENJA HARI
guguran daun pada senja. melambaikan
cerita dari kepurbaan. wajahmu. yang
sampai dengan tikaman-tikaman. pada hari-hari sunyiku. dan kita
yang
merenda keinginan. di hati penuh belukar. kegelapan. hendak menerka.
dari
canda dan puisi. tanda yang terpenggal dari masa lalu. senyum.
tangis. dan
guratan kenangan. kerinduan pada sepucuk surat. yang kau kirim
tempo hari.
ah, gerutu seperti apa yang terserapahkan ke balik cuaca. ketika
gemetar
daun-daun gugur pada senja hari. ingatkan mimpi yang sama:"aku
ingin me
mbaca apa sebenarnya yang kita inginkan?"