GELISAH MANUSIA

         

        ANXIETAS PENYAIR
        buat: joko supardi

        sepertinya, kau rasakan juga dingin ini sebagai simbol kenangan kita,
        sebagaimana telah dirayakan kekalahan-demi kekalahan yang menikami
        tubuh. dan berderailah tawa atau tangis, karena airmata tetap membasah
        pada pelupuk mata. usahlah lagi ditanyakan untuk apa kita di sini,
        menikmati hari-hari membisu atau hiruk pikuk yang menggedor-gedor kepala
        dan dada. anxietas yang menggigilkanmu telah menciptakan cerita-cerita
        dalam pertemanan ganjil. sebagai seorang pertapa namun hendak
        menyetubuhi bintang dan rembulan. memanggil bapak dan ibu dengan
        keparauan kanak. kesunyian yang tak dimengerti artinya. juga sebuah
        cita-cita?

        Malang, 1997

        OBSESI
        buat: fatkhur

        kemana angka-angka itu dilemparkan
        karena kata-kata telah menyihir
        maka berkubanglah seorang laki-laki
        pada kegamangan.

        ada keinginan tak tersampaikan
        yang dicoretkan pada dinding kamar
        serta baris-baris sajak.


        Malang, 14 Juli 1997



        SANG AKTOR
        buat: dema. a. jatmiko

        berperan apalagi kali ini. menjadi pencari yang tak sampai-sampai? atau
        seorang yang menjalani hari dengan biasa saja.

        sepertinya ia tetap seorang lelaki dengan kegalauan di benaknya, mencari
        sesuatu pada ruang dan waktu. menerka sebuah keabstrakan dengan pikiran
        kanak yang selalu ingin tahu.

        katamu: aku ingin mencoba melewati jalan ini, mencari sesuatu yang tak
        juga kutemu


        Malang, Juli 1997.



        KOMEDI PUTAR

        bermainlah kanak pada keriangan,
        hidup berputaran atas bawah nikmatilah,
        kenangkan kuda dipacu penuh semangat,
        pada padang di mana umbu menulis syair,

        tertawalah kanak,
        sebelum permainan berakhir,
        sebelum lampu-lampu dimatikan,
        sebelum tersuruk engkau di bawah matahari


        Malang, 1997


        PANGGUNG KECIL DI POJOK TAMAN

        inikah lambang itu, pada hiruk pikuk, ditawarkan puisi sebagai bacaan
        yang gaduh, dengan megaphone di tangan, teriakan dilantangkan

        sebagai pengasong pada pasar malam yang ramai, ditawarkan puisi yang
        penuh luka perih. namun tak ada yang mau membelinya. karena manusia
        takut dengan kenyataannya sendiri.

        panggung kecil di pojok taman. hadirkan bayang-bayang sebagai cermin
        buram.


        Malang, 13 Juli 1997


        MENCARI SANGKURIANG

        aku kanak atau siapa saja yang bertanya dengan pikiran penuh legenda dan
        dongeng di dalam kepala, memanjat tangkuban perahu mencari sangkuriang
        nenek moyang yang dikutuk bunda. tak ada sangkuriang kujumpa, membendung
        citarum, menggenang situ bandung.

        bendungan jebol. memuntahkan birahi dalam hotel-hotel, cafe, discotik,
        vila-vila, rimbunan pohonan, serta merta kau tunjuk pula, jangan lupa:
        saritem!

        wahai, sepertinya telah kutemukan berjuta sangkuriang, mencari bunda ke
        mana--mana....


        Malang, 12 Juni 1997


        HITUNGAN KEDUA PULUH EMPAT

        hitungan ke dua puluh empat: melompat!
        memasuki ruang menaiki waktu yang melaju.

        tak direnungkan jugakah catatan-catatan yang begitu tebal.
        telah ditulis disitu ungkapan-ungkapan kejujuran,
        atau juga kepalsuan menipu diri sendiri.

        karena kecewa butuh penghiburan,
        karena sedih butuh ditumpahkan,
        karena tawa butuh dituntaskan.

        siap-siap...
        hitungan ke dua puluh empat: melompat!
        jangan lupa di depanmu ada menganga liang lahat


        Malang, 8 Juli 1997



        MENEMUI ALDORA SUATU KETIKA

        di mana kan lagi ditemukan percakapan sore hari, ketika aldora
        menyelinap ke dalam lukisan seorang perempuan mencari bapak, dengan
        senyum, menyimpan pedih kerinduan mewarna langit, dengan jemari
        dipulaskan cerita getir bertahun tak berjumpa, ke mana pergi pelukis
        yang membelai rambut kanak?

        sambil tersenyum aldora bilang padaku: "aku ingin pergi mengelilingi
        dunia, menjelajahi sudut-sudut ruang, dimana kan ditanggalkan segala
        kepura-puraan"

        tergerai rambut sebahu, menatap matahari dengan senyum, simpan
        kegundahan dalam-dalam...

        disimpan jugakah cerita itu. dalam dada laki-laki. perempuan yang
        berharap, memanggilnya dengan kerinduan. karena cita-cita yang dibangun
        menjelang tidur, menyimpan tangis pada malam. mimpi yang diciptakan
        dihempaskan ke mana lagi?

        dan buku mana yang harus disembunyikan, karena kejujuran telah
        dituliskan. sebuah nama pada masa lalu seorang lelaki, yang
        menyimpannya dengan diam-diam. seperti juga cinta dan rindu yang tak
        tersampaikan, ke mana air mata itu hendak dialirkan. karena kegetiran
        telah menjadi batuan dalam rumah sejarah manusia. menyumpal dalam
        dada....


        Malang, Juli 1997



        MENCATAT KESUNYIAN

        jauh ke dalam lubuk hatimu, aku telusuri kehampaan. sepertinya yang ada
        hanya ruang-ruang kosong: kenihilan akut (sebagai kebingungan mencari
        arti diri)

        "ke mana kita akan menuju?"

        engkau tertawa aku tertawa. mentertawakan dunia penuh air liur dan busa
        omong kosong.
        aku terdiam engkau terdiam. terpekur dalam kesunyian cakrawala. merenung
        diri kemana akan pergi

        dan kesunyian, kau mengertikah artinya?
        "tak tahulah..."

        Malang, 21 Agustus 1996


        MENULISKAN SENJA YANG RUNTUH

        menuliskan senja yang runtuh, memecahkan kebisingan, menyelinapkan
        kesunyian,
        kemudian menarilah engkau, pada pertanyaan-pertanyaan purba,
        kenangan-kenangan
        yang dinyanyikan pada telinga-telinga terbuka,

        jangan menangis, katamu. karena airmata melarutkan kenangan ke dalam
        lautan hampa

        Malang, 2 Juni 1997



        MATAHARI MENYALA DI MATAMU

        matahari menyala di matamu,
        sebagai cahaya yang menerangi semesta

        " aku tak menyukai kegelapan!"

        Malang, 3 Juni 1997



        GELEMBUNG LUDAH DAN KETERASINGAN YANG MENYILAUKAN

        bahasa yang dimuntahkan dari mulut,
        adalah keterasingan yang menyilaukan,

        kedua matamu dipejamkan,
        dalam angan segala bergalau,

        keinginan-keinginan manusia,
        naluri primitif,
        membaca tanda-tanda

        kemudian berhamburan dari mulutmu,
        gelembung ludah yang segera kan kan meletus
        dan menguap begitu saja

        mungkin cuma kenangan milik kita, menandai waktu lalu
        selebihnya?

        kita susun bahasa dari gelembung ludah
        mereka-reka masa depan

        Malang, 3 Juni 1997




        KONTEMPLASI

        seru menyeru dalam dada
        kejujurankah yang bicara?

        katamu: "manusia adalah makhluk segala kemungkinan"

        terlempar aku ke dalam ruang kosong tak berpenghuni
        merasa asing membaca diri

        diamlah diam
        rasakan semesta meledak dalam kepala

        berjuta tanya
        berjuta jawab
        kembali pada diri sendiri....

        Malang,1996



        HATIMU RAWAN MENYIMPAN MIMPI

        malam basah dan mengkhawatirkan
        hatimu rawan menyimpan mimpi

        coba guratkan pada kaki langit:
        harapan-harapan tak bertepi
        cakrawala angan tak berbatas

        sanggupkah engkau menggapai segala
        dengan tangan dan benak penuh rencana

        sanggupkah?
        sedang kekuatan bukan milikmu
        cuma!

        Malang, 22 April 1997



        CATATAN MUSIM HUJAN

        hujan yang turun malam hari hantarkan dingin ke ruang ini,
        ada juga kerinduan dan kegalauan, menusuk-nusuk ke dalam dada
        bersama gemerisik radio, berbisik-bisik nyanyikan lagu lama

        "mengapa tetap tersimpan kesedihan?"

        hanya kebisuan yang menjawab tanya
        karena kepedihan sukar diceritakan sebabnya,
        karena bertumpuk kegalauan dalam alam bawah sadar,
        karena setiap saat memandang kenyataan senantiasa menikam

        'kau pemimpi. kau lebur dalam dunia ideamu sendiri..."

        Cilegon- Malang, 1997


        UCAPAN SELAMAT JALAN
        buat: guru hazim amir

        manusia lahir,
        tumbuh berkembang
        dan mati; apa yang ditinggalkan?

        penyair datang
        dan pergi; di mana tanda dijejakkan?

        ketika doa diucapkan;
        semoga sampai selamat ke tempat tujuan

        kaupun tersenyum; amin.

        Malang, 31 Mei 1997


        DENTING GITAR MENGOYAK MALAM

        masihkah tersimpan sejumput kerisauan,
        denting gitar mengoyak keheningan,,

        di malam kita terjaga, terasa gema dalam dada,
        bercerita apa, teman? sepertinya hanya pertanyaan-pertanyaan tak
        beralamat,

        pada siapa kan disampaikan jerit yang begitu parau, dari gitar putus dua
        senarnya,
        adakah pada angin yang mengendap di lorong gelap, pada dingin yang
        menusuk-nusuk,

        pada siapakah hendak kau sampaikan?

        hanya wajah yang terlihat setengah gelap setengah terang,
        sepotong wajah rasakan nyeri memendam ngeri,
        dalam dada terasa sunyi,

        ke mana suara itu kan sampai,
        wahai siapa lagi yang peduli?

        Malang, 31 Oktober 1996